Pemerintah Arab Saudi dikabarkan berniat membeli situs jejaring sosial Facebook. Mereka siap mengucurkan US$150 miliar atau sekitar Rp 1.321 triliun untuk membeli Facebook. Sumber kerajaan menyatakan Raja Abdullah kecewa dengan Mark Zukerberg yang membiarkan revolusi di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak terkendali.
Ia dikabarkan telah melakukan pertemuan rahasia  dengan pendiri Facebook itu pada 25 Januari lalu. Zuckerberg berjanji  tidak akan membiarkan ada laman pemberontakan di Facebook, tapi nyatanya  laman-laman pemberontakan tetap ada di Facebook termasuk laman-laman  yang mengobarkan revolusi di Mesir dan Libya. 
Raja  Abdullah tidak punya pilihan lain, ia dinasehati oleh lembaga keuangan  Goldman Sachs yang berbasis di New York untuk membeli Facebook dan  membersihkan semua akar pemberontakan. Tawaran yang yang diberikan  adalah Rp 1.321 triliun. 
Oleh  pensihat keuangan sebelumnya, Raja Abdullah diperlihatkan neraca  keuangan Facebook yang memperlihatkan nilainya tidak lebih dari US$ 1  juta, dan tidak akan memberikan keuntungan. Namun, Raja Abdullah  melemparkan laporan keuangan itu ke tong sampah dan memecat memecat  penasihatnya lalu memutuskan untuk mengalihkan mandat bank investasinya  kepada Goldman Sachs yang memberi harga Rp 1.321 triliun. 
Banyak  analis keuangan menilai Zuckerberg tidak akan mengambil tawaran itu,  dan akan menunggu hingga Raja Abdullah menawarkan US$ 500 miliar atau  setara dengan Rp 4.404 triliun. Seorang sumber kerajaan yang tidak mau  disebut namanya membantah kabar tersebut. "Kabar itu tidak ada  dasarnya," katanya. 
Berdasarkan  data statistik terakhir, pengguna Facebook di Arab Saudi sebanyak 2,3  juta atau sekitar 8 persen populasi negeri itu. Sedangkan di Mesir  pengguna Facebook mencapai 3,4 juta, di Libya lebih dari 150 ribu, di  bahrain 220 ribu, di Oman 160 ribu dan di Tunisia mencapai 1,6 juta  orang pengguna.


